Dec 27, 2010

Implisit


Rindu itu pahit. Rindu itu sakit. Meninggalkan pedih yang kian menggigit.
Mungkin juga tidak. Rindu itu indah meski selalu dihiasi mata yang memerah.
Kuakui sekarang, keangkuhanku kini menjadi bumerang yang menyerang garang. Kesombongan dan kekerasan hati, perasaan sok kuat, sok tegar tiba-tiba berubah seratus delapanpuluh derajat. Membekapku dalam pelukan rasa bersalah yang luar biasa hebat.
Deretan huruf ini pun rasanya tak pernah mampu mewakili dengan jujur "sesuatu" yang ingin kuungkap. Kemiskinan bahasa, kelemahan teknik bercerita hingga gengsi dan ketinggian hati menjadikan tulisan ini tak lebih dari sekedar kelitan berbagai kelemahan dan kerapuhan yang sesungguhnya. Implisit.
Berkali-kali aku coba memastikan dimana posisiku?  Berulang kali kutanyakan benarkah hanya sekedar itu? Meski waktu kian cepat berlari, tampaknya keadaan justru berbanding terbalik. Semakin hari semakin tidak jelas.
Ketidakjelasan yang kadang tampak begitu indah, begitu ramah. Tapi dilain waktu bisa jadi menakutkan dan penuh amarah. But why I still hold you on? Maybe this implicitly is the answer. Mungkin aku takut ketika semua menjadi jelas, aku akan kehilanganmu selamanya.


1 comments:

neilhoja said...

kenapa mesti takut? masa depan bukan untuk ditakuti, tapi dihadapi.

jangan jadi kriminal yang justru akan membuatmu dan dirinya tersiksa.

Post a Comment

 
Copyright © L. All rights reserved.
Blogger template created by Templates Block | Start My Salary
Designed by Santhosh